20 Jun 2019
Bidang Ilmu: Sumber Daya Air
Penulis/sumber: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Diunggah Oleh: ADMINISTRATOR
Pengelolaan sumber daya air di Negara kita dihadapkan pada beberapa persoalan yang sangat kompleks, seperti meluasnya daerah aliran sungai (DAS) yang kritis, adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air secara kualitas dan kuantitas, meningkatnya jumlah penduduk dan alih fungsi lahan. Pulau Jawa dan Bali menjadi zona yang memiliki kualitas dan kuantitas ketersediaan air yang buruk pada standar baku kualitas air. Hal ini antara lain disebabkan jumlah penduduk dan aktivitas kehidupan di Jawa dan Bali lebih banyak dibandingkan pulau lainnya.
Meskipun sumber daya air kita melimpah, dengan potensi mencapai 2,7 triliun meter kubik pertahun, namun ketersediaan air di permukaan tidak merata dan sangat dipengaruhi faktor curah hujan, letak geografis, serta kondisi geologis. Ada wilayah yang sering dilanda kekeringan, ada pula wilayah yang sering dilanda banjir. Sebagian besar potensi air ini belum termanfaatkan dan terbuang ke laut. Padahal jika dimanfaatkan dengan baik, air dapat menjadi cadangan air baku, irigasi, pembangkit listrik tenaga air dan pencegah bencana.
Kondisi itulah yang turut mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR), khususnya Direktorat Jenderal Sumber Daya Air untuk terus berupaya menyelamatkan sumber daya air. Kepeduliaan pada ketersediaan air yang dapat dikonsumsi kemudian melahirkan sebuah sistem pengelolaan air terpadu yang lebih dikenal sebagai Integrated Water Resources Management (IWRM). Tata kelola air tersebut dinilai dapat mengurangi kelangkaan air, menurunnya kualitas air, dan penurunan elevasi muka air tanah dan ekosistem.
Pembangunan bendungan seperti Bendungan Gondang dan beberapa bendungan di daerah lain merupakan pilihan yang paling rasional dan mendesak. Semua sumber daya air harus dikelola secara berkelanjutan agar dapat terus dimanfaatkan oleh semua generasi dan kebutuhan masyarakat akan air secara lintas sektoral, hulu-hilir, dan alamiah-sosial dapat terpenuhi. Makin rumitnya pengelolaan sumber daya air dari masa ke masa, memerlukan penguatan kebijakan melalui perundang-undangan, serta peran kelembagaan yang jelas sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan dilengkapi oleh instrumen teknis yang memadai.
Bendungan Gondang merupakan salah satu bendungan dari sembilan bendungan yang ditargetkan rampung pada tahun 2018. Bendungan lain yang dimaksud adalah Bendungan Tanju yang telah selesai pada tahun 2017, Bendungan Mila, Bendungan Rotiklot di Nusa Tenggara Timur, Bendungan Logung di Jawa Tengah, Bendungan Sei Gong di Batam, Bendungan Sindang Heula di Banten dan terakhir Bendungan Passeloreng di Wajo, Sulawesi Selatan. Kesembilan bendungan itu diharapkan semuanya dapat beroperasi dengan baik mulai awal tahun 2019.
Demikian pula dengan Bendungan Gondang. Setelah diresmikan dan beroperasi, kami berharap bendungan ini dapat meningkatkan kualitas sistem tata kelola sumber daya air di Karanganyar dan sekitarnya. Operasi dan pemeliharaan Bendungan Gondang oleh otoritas berwenang, dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan sistem tata kelola sumber daya air di wilayah kerja Balai tersebut. Kami juga berharap masyarakat Karanganyar turut serta dalam menjaga kelestarian bendungan agar benar-benar manfaatnya dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
Atas nama Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, saya mengapresiasi penerbitan buku mengenai Bendungan Gondang ini. Substansi buku ini merupakan “catatan sejarah†dinamika proses dan pelaksanaan pembangunan Bendungan Gondang. Semoga apa yang tertuang dalam buku ini memberikan informasi berharga bagi semua pihak. Selamat membaca!